Sabtu, 10 Juli 2010

Cinta Dimata Seorang Anak

Berbicara tentang cinta, orang dewasa gak akan pernah bisa mendeskripsikan tentang cinta karena mereka terlalu takut dan egois dalam mendeskripsikannya.
‘Cinta adalah memberi dan menerima, blablabla…’, itulah perkataan orang dewasa dalam mendeskripsikan cinta. Sangat terlihat mereka terlalu berhati-hati ketika berbicara tentang cinta, dan kalian tau apa yang didapat ketika terlalu berhati-hati dalam bertindak? Adalah “bukan diri sendiri” yang dihasilkan oleh rasa terlalu hati-hati.



Anak-anak, adalah manusia yang belum sempurna, dan memang tidak akan sempurna. Namun, justru karena ketidaksempurnaan itu mereka berani, berani bertanya, berani mencoba, berani bicara, tanpa takut salah, kotor, ataupun sakit. Memang terkesan ceroboh, tapi lebih banyak pelajaran yang bisa diambil dari sikap ceroboh dan “efek jera”-nya memang lebih terasa. Berbeda dengan orang dewasa, anak-anak gak ahli dalam hal menyerah, mereka terlalu penasaran, terlalu ingin tau. Anak-anak pasti melakukan apapun untuk tau, gak peduli itu begitu berisiko buat mereka, gak peduli itu akan sangat menyakitkan, mengecewakan buat mereka, yang penting mereka jadi tau.


Biasanya anak-anak yang belajar dari orang dewasa, tapi untuk kali ini sepertinya orang dewasa yang harus belajar dari anak-anak. Deskripsi orang dewasa tentang cinta sudah gak murni, karena udah bercampur sama refleksi ego sendiri. Lain halnya dengan anak-anak, mereka mendeskripsikan tentang cinta tanpa ada penambahan-penambahan maksud dari egonya masing-masing. Mendeskripsikan cinta dengan tulus.


“Cinta adalah ketika aku mengenakan parfum kakakku ketika pergi sekolah, dia pun mengenakan parfum kakaknya, sepertinya, aku mencium wanginya, dia mencium wangiku.

Cinta adalah ketika seseorang yang aku sukai menyukai baju yang aku kenakan, dan akupun mengenakannya setiap hari.

Cinta adalah ketika aku rela memberikan beberapa kentang goreng dari bekalku untuknya tanpa berharap dia memberikan sedikit telur dadarnya untukku.

Cinta adalah ketika aku menjahilinya bahkan sampai menangis hanya untuk mendapatkan sedikit perhatiannya.

Cinta adalah ketika aku sedang ragu untuk tampil dalam lomba pidato, dia memberikan lambaian tangan dan senyuman untuk menyemangatiku. Cinta adalah ketika aku berharap dia yang menenangkanku ketika aku bertengkar dengan temanku.

Cinta adalah ketika bulu mataku naik turun melihatnya, dan aku merasakan serpihan bintang keluar dari mataku.

Cinta adalah ketika aku celingak-celinguk saat dia gak masuk sekolah. Cinta adalah ketika seseorang menyebut namaku dengan cara yang beda, sampai aku sadar bahwa namaku aman di mulutnya.

Cinta adalah ketika ibu mencium keningku dan menaikkan selimut sampai ke dagu untuk mengantar aku ke alam mimpi.

Cinta adalah ketika ayah menggendongku ke kamar tidur karena aku tertidur saat menonton TV.

Cinta adalah ketika ibu melihat ayah yang lusuh dan bau sepulang kerja, tapi tetap menganggapnya pria paling tampan di dunia.

Cinta adalah ketika ibu membuatkan kopi untuk ayah, dan menyicipnya untuk memastikan rasanya sedap sebelum disajikan untuk ayah.

Cinta adalah walaupun ketika lelah bercumbu, tetap ingin bersama, dan membicarakan beberapa hal.

Cinta adalah ketika ibu menunggu ayah pulang kerja sampai tertidur di sofa.

Cinta adalah ketika ayah mencium kening ibu yang tertidur di sofa, dan menyelimutinya.

Cinta adalah nenek yang mengucapkan ‘aku sayang kamu’ setiap hari kepada kakek, karena nenek tau kakek itu pelupa.

Cinta adalah ketika nenek sudah tidak bisa lagi membungkuk untuk mengecat kuku kakinya, kakek melakukannya untuk nenek, sampai kakek gak bisa lagi melakukannya.

Cinta adalah ketika nenek menyimpan foto kakek walau kakek telah tiada.

Cinta adalah ketika nenek tetap mendoakan kakek walau kakek gak akan ada lagi.

Cinta adalah ketika nenek meninggal dengan tenang karena nenek yakin akan bertemu kakek di surga,” kata seorang anak tentang cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar